Sabtu, 23 Februari 2013

Menerima Cinderamata Bagi Guru PNS Sama Dengan Gratifikasi


Julukan Jum'at "keramat" masih melekat pada tubuh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kita, pasalnya hari Jum'at tgl 22 Februari 2013, KPK mengumumkan Ketua Umum Partai Demokrat (Anas Urbaningrum) sebagai tersangka kasus  korupsi pembangunan Hambalang. Ada yang menyebutkan bahwa keterlibatan Anas karena ia menerima gratifikasi. Nah apakah Gratifikasi itu ?
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Walaupun batas minimum belum ada, namun ada usulan pemerintah melalui Menkominfo pada tahun 2005 bahwa pemberian dibawah Rp. 250.000,- supaya tidak dimasukkan ke dalam kelompok gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih dalam wacana diskusi. Dilain pihak masyarakat sebagai pelapor dan melaporkan gratifikasi di atas Rp. 250.000,- wajib dilindungi sesuai PP71/2000.

Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Dalam kasus Hambalang, gratifikasi Anas berupa satu mobil Harrier yang diterimanya dari mantan bendahara partai demokrat yang saat ini juga menjadi tersangka yaitu Nazarudin. Mobil ini dibeli Nazarudin pada 12September2009. Jelas sekali bahwa mobil Harrier harganya lebih dari Rp. 250.000. Sehingga pantas jika Anas ditetapkan sebagai tersangka.

Kemudian ada contoh lain yang bisa dikatakan sebagai gratifikasi, yaitu menerima Cinderamata bagi guru PNS setelah pembagian rapor/kelulusan. Mengapa guru PNS bisa terkena? karena Guru PNS merupakan pegawai yang sudah mendapat gaji dari pemerintah, sehingga guru PNS merupakan abdi negara yang terikat dengan segala aturan dan kode etik yang sudah ditetapkan oleh negara, sehingga jika terjadi pelanggaran yang bersifat korupsi akan dibawa ke KPK. 

Namun gratifikasi tidak menjadi masalah bila guru PNS menerima dibawah Rp.250.000, jika nilainya diatas itu  penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK. Hal ini ditegaskan dalam UU 20/2001, yaitu setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Oleh karena itu, berhati-hati lah untuk setiap pemberian yang kita terima, selidiki sebelum menerima, ada niatan atau tujuan apa si pemberi melakukan ini semua, jangan-jangan ada "Udang di balik Batu".

Referensi 
Penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi. Diambil dari Buku Gratifikasi. Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Penerbit:
Indonesian Business Link didanai oleh CIP dan Rio Tinto.

1 komentar: